Tarif telekomunikasi baik untuk layanan suara maupun data di Indonesia dinilai masih mahal. Sehingga pengeluaran rata-rata pengguna untuk belanja kebutuhan telekomunikasi masih rendah.
Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala menyatakan rata-rata pengeluaran belanja untuk kebutuhan telekomunikasi sekitar Rp 50.000 hingga Rp 100.000 per bulan. Memang ada pengeluaran belanja pulsa di atas Rp 100.000, tapi kecil sekali.
"Mayoritas masih belanja pulsa sekitar Rp 50.000 - Rp100.000. Tapi masyarakat ingin belanja pulsa kurang dari Rp 50.000. Mereka menganggap tarif telekomunikasi masih mahal, padahal kebutuhan lainnya juga banyak," ungkap Kamilov di acara Diskusi Akhir Tahun Rethinking Data Services: Understanding Consumer Insight di Jakarta, Rabu (7/12/2011).
Dalam survei yang digelar LPPMI, sekitar 75 persen responden menyatakan bahwa tarif telekomunikasi di tanah air masih mahal, sedangkan sisanya menyatakan sudah lebih murah. Dengan tarif telekomunikasi yang masih mahal, sekitar 81,25 persen menginginkan penurunan tarif. Sedangkan 18,75 persen menyatakan sudah terjangkau.
Meski dianggap masih mahal, responden menganggap bahwa kualitas layanan telekomunikasi sudah cukup dan baik, keduanya sekitar 43,7 persen. Sementara pelanggan yang menganggap jelek dan jelek sekali juga cukup berimbang sekitar 6,3 persen.
"Masalahnya adalah penanganan customer service yang masih jelek karena sekitar 43,7 persen mengatakan hal tersebut. Itu yang harus diperbaiki operator," jelasnya.
LPPMI melakukan survei pada 100 orang pengguna layanan telekomunikasi di Jabodetabek. Sekitar 95 persen responden menggunakan layanan prabayar dan sisanya pelanggan prabayar.
Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala menyatakan rata-rata pengeluaran belanja untuk kebutuhan telekomunikasi sekitar Rp 50.000 hingga Rp 100.000 per bulan. Memang ada pengeluaran belanja pulsa di atas Rp 100.000, tapi kecil sekali.
"Mayoritas masih belanja pulsa sekitar Rp 50.000 - Rp100.000. Tapi masyarakat ingin belanja pulsa kurang dari Rp 50.000. Mereka menganggap tarif telekomunikasi masih mahal, padahal kebutuhan lainnya juga banyak," ungkap Kamilov di acara Diskusi Akhir Tahun Rethinking Data Services: Understanding Consumer Insight di Jakarta, Rabu (7/12/2011).
Dalam survei yang digelar LPPMI, sekitar 75 persen responden menyatakan bahwa tarif telekomunikasi di tanah air masih mahal, sedangkan sisanya menyatakan sudah lebih murah. Dengan tarif telekomunikasi yang masih mahal, sekitar 81,25 persen menginginkan penurunan tarif. Sedangkan 18,75 persen menyatakan sudah terjangkau.
Meski dianggap masih mahal, responden menganggap bahwa kualitas layanan telekomunikasi sudah cukup dan baik, keduanya sekitar 43,7 persen. Sementara pelanggan yang menganggap jelek dan jelek sekali juga cukup berimbang sekitar 6,3 persen.
"Masalahnya adalah penanganan customer service yang masih jelek karena sekitar 43,7 persen mengatakan hal tersebut. Itu yang harus diperbaiki operator," jelasnya.
LPPMI melakukan survei pada 100 orang pengguna layanan telekomunikasi di Jabodetabek. Sekitar 95 persen responden menggunakan layanan prabayar dan sisanya pelanggan prabayar.
Mayoritas masih belanja pulsa sekitar Rp 50.000 - Rp100.000. Tapi masyarakat ingin belanja pulsa kurang dari Rp 50.000.
-- Kamilov Sagala, Direktur LPPMI
Sumber - Kompas